Waspada Penipuan Paket: Kenali Modus dan Cara Mencegahnya
- Rita Puspita Sari
- •
- 10 jam yang lalu

Ilustrasi Penipuan Paket
Di era digital saat ini, kemudahan dalam melakukan transaksi online memang sangat membantu kehidupan sehari-hari. Mulai dari belanja kebutuhan rumah tangga, perlengkapan kerja, hingga jasa pengiriman barang, semuanya bisa diakses hanya lewat gawai di tangan. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat ancaman serius berupa penipuan online yang kian hari semakin marak dengan berbagai modus. Salah satu yang banyak memakan korban adalah penipuan dengan modus pengiriman barang.
Artikel ini akan membahas mengenai bagaimana modus ini bekerja, contoh kasus nyata, kenapa masyarakat bisa terjebak, serta langkah-langkah efektif untuk mencegahnya.
Lonjakan Kasus Penipuan Online di Indonesia
Data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri pada periode Januari–September 2025 menunjukkan bahwa kasus penipuan atau perbuatan curang—baik online maupun offline—mencapai 28.028 kasus. Angka ini menempatkan penipuan sebagai tindak kriminal tertinggi keempat setelah penganiayaan, narkotika, dan pencurian dengan pemberatan.
Artinya, penipuan online bukan sekadar isu kecil, melainkan ancaman nyata yang bisa menimpa siapa saja. Tak peduli status sosial, pekerjaan, ataupun tingkat pendidikan, semua orang berpotensi menjadi korban.
Modus Pengiriman Barang: Mengincar Emosi Korban
Polri memperingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap modus penipuan pengiriman barang. Salah satu trik yang sering digunakan pelaku adalah mengaku sebagai pihak jasa pengiriman, lalu menyebutkan bahwa paket korban salah alamat atau tertukar.
Kondisi ini dimanfaatkan untuk menekan emosi korban, seperti cemas, panik, atau takut paket penting tidak sampai tujuan. Dalam situasi emosional, korban sering kali kehilangan kewaspadaan dan lebih mudah mengikuti instruksi penipu. Biasanya, mereka akan diarahkan untuk:
- Mengklik tautan palsu.
- Mengisi data pribadi atau data finansial.
- Melakukan pembayaran tambahan yang sebenarnya tidak ada.
Kasus Nyata: Asmara Abigail Jadi Korban
Aktris ternama Asmara Abigail pernah mengalami sendiri penipuan dengan modus ini. Saat sibuk menjalani promo film dan syuting di Aceh, ia menggunakan jasa pengiriman barang untuk mengirimkan perlengkapan.
Namun, ia menerima pesan iMessage dari “pihak jasa pengiriman” yang menyebut alamat tujuan tidak terbaca dengan jelas. Asmara diminta mengisi formulir melalui link yang diberikan. Karena kondisi fisik dan mental yang lelah, ia tidak menyadari bahwa itu jebakan.
Penipu kemudian meminta pembayaran tambahan. Ia pun mengikuti instruksi dan mengisi data kartu kredit. Website palsu yang sangat mirip dengan situs resmi membuatnya semakin lengah. Hasilnya, ia mengalami kerugian sekitar Rp70 juta setelah beberapa kali transaksi berhasil tanpa disadarinya.
Belakangan baru diketahui bahwa paket sebenarnya tidak bermasalah sama sekali. Pihak jasa pengiriman membuktikan dengan rekaman CCTV bahwa paket tetap berjalan lancar hingga tujuan.
Social Engineering: Senjata Utama Penipu
Kasus Asmara Abigail merupakan contoh nyata praktik social engineering atau rekayasa sosial. Menurut Australian Signal Directorate (ASD), social engineering adalah cara penjahat siber memanipulasi emosi dan kepercayaan target agar memberikan informasi sensitif atau melakukan tindakan tertentu.
Tujuan dari social engineering biasanya mencakup:
- Pencurian data pribadi atau finansial: seperti nomor kartu kredit, PIN, atau akun email.
- Sabotase: merusak sistem, data, atau perangkat korban.
- Akses ilegal: membuka jalan bagi pelaku untuk masuk ke akun penting korban.
Ragam Metode Phishing
Social engineering banyak dilakukan lewat metode phishing, yaitu upaya menipu korban dengan komunikasi yang seolah-olah berasal dari pihak resmi. Bentuk phishing sangat beragam, antara lain:
- Vishing (voice phishing): Penipu menelpon korban dengan berpura-pura sebagai pihak resmi, lalu mendesak korban untuk memberikan data.
- Smishing (SMS phishing): Penipu mengirim pesan singkat dengan tautan palsu atau nomor palsu.
- Email phishing: Metode paling umum, berupa email yang tampak resmi namun berisi link berbahaya atau lampiran malware.
- Phishing media sosial: Penipu menyamar sebagai akun layanan pelanggan resmi untuk menipu pengguna.
- Phishing mesin pencari: Membuat situs palsu muncul di hasil pencarian atau iklan online.
- Phishing URL: Menyebarkan tautan yang terlihat asli namun sebenarnya mengarah ke situs palsu.
Dengan variasi yang semakin canggih, masyarakat memang harus lebih teliti sebelum membuka link, memasukkan data, atau menuruti instruksi online.
Mengapa Banyak Orang Terjebak?
Beberapa faktor yang membuat orang mudah menjadi korban antara lain:
- Kondisi emosional: Panik, lelah, atau terburu-buru membuat seseorang tidak berpikir jernih.
- Website palsu yang meyakinkan: Penipu menggunakan desain yang mirip sekali dengan situs asli.
- Tekanan waktu: Pesan yang menekankan urgensi, seperti “harus segera dibayar” atau “paket tidak bisa dikirim,” membuat korban gegabah.
- Kurangnya literasi digital: Tidak semua orang terbiasa memeriksa keaslian URL atau memahami tanda-tanda phishing.
Kampanye 3C: Cek, Curiga, Cancel
Untuk mencegah masyarakat menjadi korban, perusahaan jasa pengiriman J&T Express meluncurkan kampanye edukasi 3C (Cek, Curiga, Cancel). Kampanye ini bahkan menggandeng Asmara Abigail untuk berbagi pengalamannya.
Berikut penjelasannya:
- Cek
- Pastikan informasi yang diterima berasal dari sumber resmi.
- Cocokkan nomor resi dengan data di aplikasi resmi atau website perusahaan.
- Cek nomor pengirim pesan, apakah sesuai dengan nomor layanan resmi.
- Curiga
- Jangan mudah percaya jika diminta mengisi data pribadi atau kartu kredit.
- Waspadai tautan dengan alamat web yang aneh atau berbeda tipis dari asli.
- Curigai permintaan pembayaran tambahan di luar prosedur resmi.
- Cancel
- Jika ada tanda mencurigakan, hentikan interaksi segera.
- Jangan klik tautan, balas pesan, atau melakukan transfer.
- Laporkan kejadian ke layanan pelanggan resmi perusahaan.
Peran Perusahaan Jasa Pengiriman
Menurut Herline Septia, Brand Manager J&T Express, kasus penipuan dengan mencatut nama jasa pengiriman tidak hanya merugikan korban, tapi juga mencoreng citra perusahaan.
Karena itu, perusahaan tidak hanya berfokus pada layanan logistik, tetapi juga aktif melakukan edukasi kepada masyarakat. Dengan literasi digital yang lebih baik, diharapkan kasus serupa bisa ditekan.
Tips Praktis Mencegah Penipuan Modus Pengiriman Barang
Selain menerapkan 3C, berikut beberapa tips tambahan yang bisa diterapkan:
- Gunakan aplikasi resmi: Lacak paket langsung melalui aplikasi resmi perusahaan, bukan lewat link yang dikirim via pesan.
- Aktifkan notifikasi transaksi bank: Agar bisa segera mendeteksi transaksi mencurigakan.
- Gunakan metode pembayaran aman: Hindari transfer langsung ke rekening pribadi, gunakan sistem pembayaran resmi.
- Jangan bagikan OTP atau PIN: Tidak ada perusahaan resmi yang meminta kode OTP atau PIN Anda.
- Simpan bukti transaksi: Untuk berjaga-jaga jika terjadi masalah, bukti ini penting saat melapor.
- Edukasi diri dan keluarga: Pastikan orang terdekat juga paham modus penipuan agar tidak mudah terjebak.
- Laporkan ke pihak berwenang: Jika menjadi korban, segera lapor ke pihak kepolisian atau OJK (jika terkait finansial).
Penipuan dengan modus pengiriman barang adalah bentuk kejahatan digital berbasis social engineering yang mengandalkan kelemahan psikologis korban. Kasus Asmara Abigail menjadi bukti nyata bahwa siapa pun bisa terjebak, bahkan figur publik sekalipun.
Namun, dengan kewaspadaan, literasi digital yang lebih baik, serta menerapkan prinsip 3C (Cek, Curiga, Cancel), masyarakat bisa melindungi diri dari jebakan penipu.
Perusahaan jasa pengiriman dan pihak berwenang juga memiliki peran penting dalam mengedukasi masyarakat agar tidak mudah diperdaya. Pada akhirnya, mencegah lebih baik daripada menjadi korban kerugian finansial maupun emosional akibat penipuan online.