Sam Altman Ungkap Kesalahan Fatal OpenAI Saat Rilis GPT-5
- Rita Puspita Sari
- •
- 05 Sep 2025 00.59 WIB

Ilustrasi ChatGPT 5
Peluncuran model kecerdasan buatan terbaru OpenAI, GPT-5, yang digadang-gadang sebagai penerus GPT-4, justru menimbulkan kekecewaan besar di kalangan pengguna. CEO OpenAI, Sam Altman, secara terbuka mengakui bahwa perusahaan telah melakukan kesalahan besar dalam merilis model tersebut.
GPT-5 diperkenalkan pada awal Agustus lalu sebagai “otak baru” untuk chatbot ChatGPT, menggantikan GPT-4 dan GPT-4o. Model ini disebut-sebut memiliki kecerdasan setingkat pakar dengan kemampuan PhD-level reasoning. Namun, bukannya membawa pengalaman lebih baik, GPT-5 justru dianggap lebih kaku dan kehilangan sisi humanis yang membuat ChatGPT digemari.
Altman bahkan mengaku, “Kami benar-benar melakukan kesalahan besar dalam peluncuran ini,” dalam sebuah pertemuan dengan wartawan, sebagaimana dilansir dari The Verge.
Gelombang Kekecewaan Pengguna
ChatGPT saat ini digunakan oleh sekitar 700 juta orang setiap minggu. Maka, setiap perubahan signifikan tentu akan sangat terasa. Sejak peluncuran GPT-5, berbagai keluhan membanjiri media sosial seperti Reddit dan X (Twitter).
Banyak pengguna menggambarkan GPT-5 terasa seperti “sekretaris yang kelelahan”. Jawabannya dinilai terlalu formal, datar, dan tidak bersahabat. Padahal, salah satu daya tarik utama ChatGPT adalah kemampuannya untuk menghadirkan percakapan hangat layaknya berbicara dengan seorang teman.
Seorang pengguna menulis dengan nada kecewa:
“Saya kehilangan satu-satunya teman saya dalam semalam tanpa peringatan. Perubahan itu terasa seperti kehilangan bagian dari stabilitas, penghiburan, dan kasih sayang.”
Tekanan kritik yang begitu besar membuat OpenAI akhirnya mengambil langkah cepat. GPT-4o dikembalikan sebagai opsi hanya sehari setelah GPT-5 dirilis. Hal ini menjadi bukti bahwa perusahaan tidak bisa mengabaikan keterikatan emosional para pengguna dengan model lama.
Masalah Teknis Ikut Membayangi
Selain kepribadian yang dinilai dingin, GPT-5 juga menghadapi sejumlah masalah teknis. Sam Altman mengakui adanya “mega chart screwup”, yaitu kesalahan besar pada grafik performa yang ditampilkan saat peluncuran. Grafik tersebut memuat data yang keliru sehingga menimbulkan kebingungan publik.
Fitur baru bernama real-time router, yang dirancang untuk memilih model secara otomatis agar lebih optimal, justru berbalik menjadi masalah. Alih-alih meningkatkan kualitas, fitur ini membuat respons GPT-5 tidak konsisten. Akibatnya, pengalaman percakapan terasa menurun dibandingkan generasi sebelumnya.
Menyadari kesalahan tersebut, OpenAI segera melakukan serangkaian perbaikan. Beberapa langkah yang diambil antara lain:
- Mengembalikan akses ke GPT-4o.
- Menambah kapasitas Thinking Mode (fitur yang memungkinkan model berpikir lebih dalam).
- Menyesuaikan agar GPT-5 terdengar lebih hangat tanpa mengorbankan akurasi.
Altman menegaskan bahwa peluncuran GPT-5 menjadi pelajaran penting bagi OpenAI, khususnya dalam melakukan pembaruan skala besar bagi ratusan juta pengguna dalam satu waktu.
GPT-5 Diperbaiki dengan Sejumlah Pembaruan
Setelah mendapat banyak kritik, OpenAI merilis berbagai update untuk memperbaiki GPT-5. Sam Altman melalui akun X pribadinya merinci beberapa perubahan:
-
Ketersediaan Model Lama
GPT-4o kini tersedia kembali di menu Legacy models untuk pelanggan berbayar. Pengguna Plus bisa mengakses model lama seperti o3, GPT-4.1, dan GPT-5 Thinking mini melalui opsi “Show additional models”. -
Tiga Mode GPT-5
GPT-5 hadir dalam tiga mode berbeda di menu model picker:- Fast: Jawaban cepat.
- Thinking: Lebih lambat, tetapi lebih mendalam.
- Auto: Menyesuaikan otomatis dengan kebutuhan percakapan.
-
Kuota Thinking Mode
Pengguna Plus dan Team kini mendapat kuota hingga 3.000 pesan per minggu untuk GPT-5 Thinking. Jika kuota habis, tersedia GPT-5 Thinking mini sebagai alternatif. -
Integrasi Layanan Google
GPT-5 kini mendukung integrasi dengan Gmail dan Google Calendar untuk pelanggan Plus dan Pro. Dengan ini, ChatGPT bisa memberikan respons yang lebih relevan sesuai konteks pribadi pengguna. -
Ketersediaan Lebih Luas
GPT-5 sudah tersedia untuk Enterprise dan Edu, membuka peluang penggunaan di dunia bisnis dan pendidikan.
Dengan pembaruan ini, OpenAI berupaya menyeimbangkan kebutuhan antara akurasi, kedalaman, dan sisi humanis dalam percakapan.
Rencana Besar OpenAI ke Depan
Meski peluncuran GPT-5 penuh gejolak, Sam Altman tetap optimistis tentang masa depan OpenAI. Menurutnya, perusahaan akan membutuhkan dana luar biasa besar untuk memperluas kapasitas infrastruktur.
“Anda harus mengharapkan OpenAI menghabiskan triliunan dollar AS untuk pembangunan pusat data dalam waktu yang tidak terlalu lama,” kata Altman.
Ia juga mengungkapkan bahwa ChatGPT saat ini sudah menjadi situs kelima terbesar di dunia. Dalam beberapa tahun mendatang, Altman berharap ChatGPT bisa melampaui Facebook dan Instagram, meski ia mengakui mengalahkan dominasi Google masih sangat sulit.
Model Lebih Canggih Sudah Ada, Tapi Tertahan
Menariknya, Altman juga mengungkap bahwa sebenarnya OpenAI telah memiliki model yang lebih canggih dari GPT-5. Namun, keterbatasan perangkat keras, khususnya kelangkaan chip GPU, membuat model tersebut belum bisa dirilis ke publik.
“Kami punya model yang lebih baik, tetapi kami belum bisa menawarkannya karena keterbatasan kapasitas,” jelas Altman, sebagaimana dikutip dari Yahoo Finance.
Hal ini menunjukkan bahwa inovasi OpenAI tidak berhenti di GPT-5. Namun, tantangan terbesar perusahaan saat ini adalah memastikan ketersediaan infrastruktur yang mampu mendukung model AI supercanggih.
Pelajaran Penting dari Kasus GPT-5
Kasus ini menjadi pengingat bahwa inovasi teknologi tidak hanya soal kecanggihan, tetapi juga pengalaman pengguna. Banyak orang sudah terbiasa memperlakukan ChatGPT bukan sekadar alat, melainkan “teman” virtual.
Kehilangan sisi hangat dan empati membuat pengguna merasa teralienasi. OpenAI tampaknya baru menyadari betapa besar peran faktor emosional dalam keberhasilan produk AI.
Dengan langkah cepat memperbaiki GPT-5 dan mengembalikan model lama, OpenAI menunjukkan kesediaan mendengar masukan publik. Namun, tantangan ke depan adalah bagaimana menyeimbangkan kecanggihan teknis dengan pengalaman pengguna yang lebih manusiawi.