China Rombak Laboratorium Hong Kong untuk Fokus Riset Kuantum
- Rita Puspita Sari
- •
- 4 jam yang lalu

Ilustrasi Negara Hong Kong
Hong Kong kini berada di garis depan ambisi teknologi China. Pemerintah Beijing melalui Kementerian Sains dan Teknologi resmi merombak besar-besaran laboratorium riset di kota tersebut, dengan fokus utama pada teknologi kuantum. Transformasi ini tidak hanya mengubah wajah penelitian di Hong Kong, tetapi juga menegaskan arah baru strategi sains dan teknologi China dalam menghadapi persaingan global, terutama dengan Amerika Serikat.
Perombakan Besar Laboratorium Riset
Langkah yang dilakukan pemerintah China mencakup pembongkaran laboratorium lama yang dinilai kurang berfungsi, memberi merek baru pada institusi riset, serta menyalurkan dana secara lebih terarah. Perubahan ini adalah bagian dari reformasi menyeluruh terhadap State Key Laboratories (SKL), sistem laboratorium unggulan yang sudah ada sejak 1984.
Jika sebelumnya SKL berfokus pada riset akademis dengan orientasi luas, kini sistem tersebut diubah menjadi model berbasis misi. Dengan model baru ini, laboratorium dituntut menjawab kebutuhan nasional dan mendorong terobosan nyata dalam bidang strategis seperti kecerdasan buatan (AI), teknologi kuantum, dan ilmu otak.
Menteri Sains dan Teknologi China, Yin Hejun, menegaskan bahwa laboratorium utama di Hong Kong harus mampu memperkuat posisinya dalam menghadapi tantangan ilmiah global. Ia menyatakan bahwa penelitian harus diarahkan untuk merebut posisi terdepan dalam persaingan sains dan teknologi internasional.
Fokus pada Teknologi Kuantum
Perhatian terbesar dalam reformasi ini adalah bidang teknologi kuantum. Dua laboratorium baru didirikan khusus untuk penelitian kuantum, yaitu:
- State Key Laboratory of Optical Quantum Materials di Universitas Hong Kong.
- State Key Laboratory of Quantum Information Technologies and Materials di Universitas China Hong Kong.
Fasilitas-fasilitas ini akan meneliti komunikasi kuantum, sensor kuantum, serta komputasi kuantum—tiga bidang yang berpotensi merevolusi pertahanan, keamanan komunikasi, dan sektor komersial.
Presiden Universitas Hong Kong, Xiang Zhang, yang memimpin laboratorium material kuantum optik, menyatakan komitmennya untuk mendukung kota, bangsa, sekaligus komunitas global melalui penelitian tersebut.
Teknologi kuantum sendiri memanfaatkan fenomena superposisi dan entanglement pada partikel subatom, sehingga dapat memproses informasi jauh lebih cepat dibanding sistem konvensional. Tidak heran jika bidang ini dianggap vital dalam persaingan teknologi masa depan.
Reformasi Program SKL
Sejak 2022, Beijing sudah merombak sistem SKL untuk mengurangi duplikasi penelitian, meningkatkan efisiensi, serta memastikan riset menjawab kebutuhan nasional. Hingga kini, sekitar 500 laboratorium telah disetujui dalam program yang direformasi dengan mandat yang lebih jelas.
Di Hong Kong sendiri, tiga SKL baru disetujui, sementara 16 laboratorium lama dipangkas menjadi 12. Empat laboratorium kehilangan status SKL, di antaranya pusat riset otak, tanaman obat, biologi kimia, dan analisis lingkungan.
Beberapa laboratorium juga mendapat arah baru. Misalnya:
- State Key Laboratory of Molecular Neuroscience kini menjadi State Key Laboratory of Nervous System Disorders, dengan fokus pada penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer.
- Laboratorium pencemaran laut diperluas menjadi penelitian kesehatan laut dan lingkungan.
- Laboratorium teknologi tampilan canggih dipersempit hanya mencakup tampilan dan optoelektronika.
Langkah ini menunjukkan strategi Beijing untuk menghapus redundansi serta memastikan setiap laboratorium memberikan kontribusi unik sesuai prioritas nasional.
Dukungan Dana dan Pengawasan
Pendanaan juga menjadi faktor penting. Komisi Inovasi dan Teknologi Hong Kong tetap memberikan dana sekitar HK$20 juta (US$2,5 juta) per tahun untuk setiap SKL, mencakup kebutuhan staf, peralatan, dan penelitian. Dana ini dilengkapi dengan sokongan terpusat dari Beijing.
Para peneliti dari Akademi Sains China menekankan pentingnya pendanaan jangka panjang agar laboratorium bisa fokus pada riset, bukan sekadar mencari hibah. Model baru ini meniru pola laboratorium nasional di AS dan Eropa yang sangat erat dengan kebijakan pemerintah.
Reformasi ini menciptakan peta baru riset di Hong Kong. Universitas Hong Kong dan Universitas China Hong Kong kini menjadi pusat riset kuantum, sementara Universitas Politeknik Hong Kong dan Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong bersama-sama memimpin SKL baru untuk ketahanan iklim di wilayah pesisir.
Namun, beberapa laboratorium harus tersingkir dari daftar SKL, termasuk riset otak dan biologi kimia, yang dianggap kurang relevan dengan kebutuhan nasional. Meski begitu, pengurangan ini dianggap wajar sebagai bagian dari penyelarasan dengan prioritas Beijing.
Konteks Geopolitik: Persaingan China–AS
Reformasi laboratorium di Hong Kong tidak bisa dilepaskan dari konteks geopolitik. Persaingan teknologi antara China dan Amerika Serikat semakin intens, terutama setelah Washington membatasi akses Beijing terhadap semikonduktor mutakhir dan komponen kuantum.
Sebagai respons, Beijing mempercepat upaya kemandirian teknologi. Dengan menjadikan Hong Kong sebagai pusat riset kuantum, pemerintah China ingin memastikan kota ini tidak lagi sekadar pusat akademis internasional, tetapi juga bagian integral dari strategi nasional.
Menurut laporan South China Morning Post (SCMP), langkah ini menandai pergeseran besar dari model inovasi lokal menjadi sistem riset yang sepenuhnya terikat pada ambisi negara.
Perbedaan Pendekatan China dan Barat
Perombakan ini juga memperlihatkan perbedaan mendasar antara model riset China dan Barat.
- AS dan Eropa: Mengandalkan ekosistem terbuka yang mencakup universitas, startup, investor, dan lembaga pemerintah. Sistem ini mendorong inovasi akar rumput, kewirausahaan, serta peluang kolaborasi lintas sektor.
- China: Mengambil pendekatan top-down, terpusat, dan diarahkan langsung oleh pemerintah. Hong Kong diposisikan untuk meneliti bidang-bidang spesifik yang dianggap krusial, bukan sekadar mengejar riset akademis bebas.
Implikasinya, AS dan Eropa mungkin lebih unggul dalam komersialisasi teknologi dan inovasi tak terduga, sementara China bergerak lebih cepat membangun kapasitas terfokus sesuai kebutuhan nasional, khususnya di sektor pertahanan dan keamanan komunikasi.
Dampak Bagi Hong Kong
Bagi Hong Kong, reformasi ini berarti laboratorium mereka kini berfungsi bukan lagi sebagai pusat inovasi mandiri, melainkan sebagai pos strategis dalam sistem riset nasional China. Meski ada kekhawatiran bahwa kreativitas akademis bisa terhambat, langkah ini juga membawa keuntungan berupa pendanaan lebih besar, arahan riset yang jelas, dan peluang untuk terlibat dalam proyek teknologi mutakhir.
Presiden Universitas Hong Kong menegaskan bahwa institusinya akan berkontribusi tidak hanya untuk kepentingan lokal, tetapi juga bagi kepentingan global. Dengan dukungan penuh Beijing, Hong Kong berpotensi menjadi salah satu pusat riset kuantum terkemuka di Asia.
Jika berhasil, Hong Kong dapat menjadi pusat riset kuantum kelas dunia sekaligus simbol kolaborasi antara ambisi nasional China dan kapasitas ilmiah global.