Kesepakatan Data RI-AS Bisa Guncang Industri Cloud Lokal


Ilustrasi Transfer Data

Ilustrasi Transfer Data

Kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat yang mencakup aspek transfer data pribadi memunculkan berbagai tanggapan dari pelaku industri dan pengamat keamanan siber. Salah satu poin penting dalam kesepakatan ini adalah dibolehkannya data pribadi milik warga Indonesia disimpan dan diproses di wilayah hukum Amerika Serikat. Hal ini berpotensi menimbulkan dampak besar terhadap industri digital, khususnya penyedia layanan cloud lokal di Tanah Air.

Pengamat keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya, menyarankan semua pihak agar tidak terburu-buru menyimpulkan dampak dari perjanjian tersebut. Menurutnya, detail teknis dari isi kesepakatan perlu dipelajari lebih lanjut sebelum memberikan komentar yang terlalu jauh.

“Kita lihat saja detailnya dulu dan jangan berkomentar terlalu jauh sebelum tahu detailnya,” ujar Alfons saat dikutip dari detikINET pada Rabu (23/7/2025).

 

Layanan Cloud Global Tak Perlu Lagi Bangun Data Center di Indonesia

Berdasarkan pengumuman resmi dari Gedung Putih, Alfons melihat ada potensi besar perubahan dalam praktik penyimpanan data di Indonesia. Jika sebelumnya perusahaan global seperti Amazon Web Services (AWS), Google, dan Microsoft diwajibkan membangun pusat data (data center) di Indonesia untuk bisa beroperasi, maka perjanjian ini memberi kelonggaran baru.

“Dengan perjanjian ini artinya penggunaan Cloud data perbankan yang selama ini mewajibkan penyelenggara layanan membuka data center di Indonesia jadi tidak harus buka data center di Indonesia. Karena kan legal kalau datanya disimpan di server Amerika,” jelasnya.

Langkah ini membuka peluang bagi perusahaan global untuk memangkas biaya operasional di Indonesia, tanpa harus melakukan investasi besar dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur data di dalam negeri.

 

Cloud Lokal Berpotensi Terdampak Serius

Meski tampak menguntungkan dari sisi bisnis global, Alfons memperingatkan adanya risiko bagi layanan cloud lokal. Persaingan harga dan infrastruktur bisa semakin berat bagi perusahaan lokal yang selama ini telah berusaha memenuhi regulasi dalam negeri.

“Kasihan layanan Cloud lokal. Tanpa pembebasan data ke AS saja sudah setengah mati bersaing. Apalagi sekarang,” tambahnya.

Layanan cloud lokal bisa kehilangan keunggulan kompetitif yang mereka miliki ketika data wajib disimpan di Indonesia. Ketika kewajiban tersebut tidak lagi ada, maka pengguna cenderung memilih layanan cloud global yang memiliki performa tinggi dan harga lebih murah.

 

Keuntungan Bagi Konsumen dan Efisiensi Biaya

Di sisi lain, Alfons melihat adanya sisi positif dari perjanjian ini. Konsumen atau pengguna layanan data di Indonesia bisa memperoleh tarif layanan yang lebih murah. Hal ini disebabkan oleh struktur biaya pengelolaan dan penyimpanan data di Amerika Serikat yang dinilai lebih rendah daripada di Indonesia.

“Dengan dibolehkannya menyimpan data atau backup di Amerika tentunya biayanya relatif lebih rendah daripada di Indonesia,” katanya.
Keuntungan ini bisa dinikmati oleh berbagai sektor, termasuk perbankan, startup teknologi, dan lembaga pendidikan, yang sangat tergantung pada infrastruktur cloud untuk operasional digital mereka.

 

Aplikasi Asing Seperti World.ID Mungkin Kembali Beroperasi

Salah satu dampak menarik dari perjanjian ini adalah terbukanya kemungkinan bagi aplikasi luar negeri, seperti World.ID, untuk kembali beroperasi di Indonesia. Sebelumnya, aplikasi tersebut dilarang karena menyimpan data pribadi warga Indonesia di luar yurisdiksi nasional.

“Kalau sebelum adanya perjanjian ini kan melanggar aturan kalau disimpan di luar yurisdiksi Indonesia,” terang Alfons.
Namun kini, dengan perjanjian yang mengizinkan penyimpanan data di Amerika Serikat, aktivitas pengelolaan data oleh aplikasi semacam itu bisa dianggap sah,  asalkan tetap mematuhi aturan teknis dan perjanjian yang berlaku.

 

Pertanyaan Besar: Bagaimana Penyesuaian Regulasi di Indonesia?

Meski kesepakatan dagang telah diteken, belum ada kejelasan apakah aturan dalam negeri akan menyesuaikan diri dengan perjanjian ini. Alfons menekankan pentingnya perhatian bersama dari seluruh pihak baik pemerintah maupun swasta, untuk menelaah ulang regulasi yang ada.

“Kita tidak tahu apakah akan berubah menjadi tidak melanggar aturan kalau luar negerinya Amerika. Kan sesuai perjanjian. Itu yang perlu menjadi perhatian. Ini termasuk semua lembaga pemerintah dan swasta,” pungkas Alfons.

Kesepakatan transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat memang membuka peluang efisiensi biaya dan fleksibilitas infrastruktur bagi perusahaan global dan pengguna di Indonesia. Namun, hal ini juga menimbulkan tantangan serius bagi ekosistem digital dalam negeri, khususnya layanan cloud lokal. Di tengah kemajuan digitalisasi, diperlukan koordinasi lintas sektor untuk memastikan bahwa kedaulatan data, perlindungan konsumen, dan persaingan usaha tetap seimbang.

Bagikan artikel ini

Komentar ()

Video Terkait